http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/112006/20/0903.htm
Peran Sosial Siaran Radio
Oleh M.Z AL-FAQIH
MASIH segar dalam ingatan saya. Saat itu adalah awal Juni 2006, di bulan itu Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Daerah Jawa Barat menugaskan saya untuk melakukan verifikasi faktual terhadap para pemohon izin penyelenggaraan penyiaran di wilayah Priangan timur. Satu per satu para pemohon izin saya datangi guna mencocokkan data administratif dengan realitas di lapangan.
Di salah satu kabupaten saya sempat terkejut ketika dihadapkan pada sebuah fakta bahwa terdapat penyiar radio yang kurang memahami arah dan tujuan sistem penyiaran nasional. Mereka juga tidak menguasai regulasi yang berlaku. Lebih parah lagi, mereka tidak memahami prinsip-prinsip jurnalisme, termasuk bagaimana memberitakan sesuatu secara berimbang. Mereka hanya mengerti teknis menyiarkan program acara, hanya itu!
Saat hal itu saya pertanyakan, mereka berusaha menghindar dengan alasan bahwa hal itu tidak disyaratkan oleh para pemilik radio. Saya cukup miris mendengar jawaban tersebut karena bagaimanapun juga radio adalah sebuah media yang berinteraksi langsung dengan massa (baca: publik). Ketika radio tidak mengedepankan prinsip-prinsip yang berlaku di dunia penyiaran,bukan tidak mungkin di kemudian hari radio dapat melenceng bahkan bertabrakan dengan kepentingan publik.
Sebagai contoh, pada saat menghadapi pemilihan kepala desa, karena tidak mengerti tentang prinsip-prinsip penyiaran, bisa saja para penyiar menganggap bahwa berpihak kepada salah satu calon bukanlah sebuah kesalahan. Bila para penyiar memahami ketentuan yang berlaku, fenomena seperti itu tidak perlu terjadi. Radio adalah milik publik yang salah satu indikatornya adalah karena frekuensi milik publik. Tuntutan agar radio bersikap independen menjadi mutlak adanya.
Maka kesempatan bertatap muka seperti itu saya manfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk menjelaskan regulasi, arah, dan tujuan sistem penyiaran nasional, termasuk bagaimana radio memberikan kenyamanan bagi khalayak pendengarnya. Tanya jawab berlangsung dalam suasana santai dan akrab.
Tanggung jawab sosial
Radio memiliki tanggung jawab sosial. Radio harus mampu menjadi pengemban amanah masyarakat. Di Jawa Barat, banyak radio yang telah menjalankan fungsi tersebut. Di Kabupaten Subang, saya menemukan sebuah radio yang mampu mendamaikan perselisihan antarwarga yang disebabkan oleh pertikaian politik dalam pemilihan kepala desa. Yang awalnya antarwarga yang berbeda calon tak saling menyapa, berkat upaya radio ini keadaan kembali menjadi normal seperti sediakala.
Radio itu juga berhasil membangun semangat kebersamaan antarwarga, yakni dengan mampu mengajak warga untuk mengatasi masalah-masalah sosial yang muncul. Salah satunya adalah penanganan limbah buangan sebuah pabrik yang sangat merugikan para petani. Radio tersebut telah menjadi radio kebanggaan warga. Dalam kesehariannya, melalui kekuatan informasi yang dimilikinya, radio ini lebih mementingkan menyiarkan kebutuhan konkret warga dibanding sesuatu yang jauh dari jangkauan kehidupan sehari-hari warga. Misalnya, para penyiar radio ini lebih tertarik memberitakan berita kehilangan kambing milik warga dibanding memberitakan perjalanan pejabat negara ke luar negeri.
Masih di Subang, saya juga menemukan sebuah radio yang dikelola oleh anak-anak muda yang aktif dalam kajian sastra dan kebudayaan. Acara yang disiarkannya selalu bermuatan kebudayaan. Mereka juga memiliki program-program off-air yang semuanya bermuara pada masalah sastra dan kebudayaan. Diskusi kebudayaan bersama komunitasnya digelar secara reguler. Selain itu, diskusi khusus bedah buku sastra juga sering dilakukan.
Dalam gedung studio yang tidak terlalu luas, mereka mempunyai perpustakaan yang berisi buku-buku sastra dan kebudayaan yang memang diperuntukkan bagi para anggota komunitas mereka. Talkshow yang dilakukannya pun membedah masalah-masalah kebudayaan. Dari fenomena yang saya temui itu, saya melihat secercah harapan, bahwa di tengah terpaan arus kebudayaan pop yang lebih mengedepankan sesuatu yang serba instan, ternyata tidak lantas membuat seluruh anak negeri lupa terhadap tradisi dan kebudayaannya sendiri.
Kita harus bangga terhadap anak-anak itu, karena anak-anaklah yang di masa depan akan menopang nasib bangsanya. Melihat kiprah anak-anak itu saya jadi teringat kisah Pramoedya Ananta Toer dalam novel sejarahnya yang berjudul “Anak Semua Bangsa”. Pram menegaskan bahwa perubahan dalam sebuah negeri amat ditentukan oleh anak-anak bangsanya itu. Jika anak-anak bangsa tidak mengenal kebudayaan bangsanya, maka akan sulit bagi mereka untuk mengangkat harkat dan martabat bangsanya.
Di Kabupaten Indramayu, saya mendapati fenomena menarik lainnya; ada sebuah radio yang berhasil meningkatkan kecerdasan warga komunitasnya. Radio tersebut dalam program acaranya memuat program yang bermaterikan pelajaran-pelajaran yang diperuntukkan bagi anak usia sekolah yang putus sekolah. Menurut penuturan pengelola radio ini, kegiatan ini dimaksudkan untuk ikut memberantas buta huruf di wilayah Kabupaten Indramayu. Masyarakat menyambut baik kegiatan ini, bahkan aparat pemerintah kecamatan pun turut mendukung program tersebut.
Penyajian materi pelajaran dikemas dengan santai, sehingga pendengar yang diajak belajar secara interaktif melalui radio tidak merasa jenuh. Apa yang telah dilakukan radio ini sejalan dengan program pemerintah dalam upaya meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Jawa Barat. Apalagi melihat kenyataan di Jawa Barat bahwa jumlah buta aksara mencapai 1.512.899, yang terbagi atas 479. 337 laki-laki dan 1.033.562 perempuan. (Pikiran Rakyat, 8/11/2006).
Di Kabupaten Cianjur, saya melihat hal yang lain lagi. Atas keprihatinan akan kurangnya informasi tentang pertanian, ada sebuah radio yang khusus menyiarkan informasi tentang pertanian. Informasi yang dimaksud diantaranya mengenai harga pupuk terkini, harga beras di pasaran, hingga informasi tentang daerah mana saja yang membutuhkan pasokan beras. Informasi yang disampaikan ini bersumber dari buku-buku pertanian, surat kabar, hasil wawancara dengan aparat pemerintah, dan dari internet. Melalui jasa radio ini para petani tidak lagi merasa buta terhadap perkembangan pertanian saat ini.
Kita patut mengapresiasi apa yang telah dilakukan oleh radio-radio itu. Kemandirian dan komitmen membangun masyarakat bukanlah sekadar wacana tetapi telah dilakukan dalam keseharian. Proses penyadaran dan pembangunan masyarakat seperti di atas ternyata tidak hanya dilakukan radio secara individual, tetapi juga dilakukan secara berkelompok dan bersama-sama. Jaringan Radio Komunitas Indonesia (JRKI) Jawa Barat sebagai tempat berhimpunnya radio-radio komunitas yang berdasar kewilayahan saat ini juga tengah melakukan sosialisasi masalah HIV-AIDS kepada masyarakat.
Tidak hanya JRKI, Jaringan Radio Suara Petani (JRSP) sejak tahun lalu juga gencar sosialisasi dan mengampanyekan perang terhadap perdagangan manusia. Berbagai upaya meningkatkan pengetahuan seperti; workshop, seminar, dan diskusi tentang modus perdagangan manusia kerap diselenggarakan JRSP dengan melibatkan para anggotanya. Setelah para anggota memahaminya kemudian para anggota tersebut meneruskan informasi ini kepada masyarakat, ada yang dikemas dalam bentuk iklan layanan masyarakat, berita, hingga talkshow interaktif di radio.
Melihat kiprah radio-radio tersebut kita menjadi optimis menatap masa depan. Bahwa bangsa yang besar ini jika berkemauan keras dan tekun sesungguhnya peluang untuk maju terbuka lebar. Jadi tunggu apalagi, saatnya kita memulai sebelum segalanya menjadi terlambat. Sekecil apa pun kebajikan yang kita buat amat menentukan bagi kemajuan bangsa di masa depan. ***
Penulis, anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Daerah Jawa Barat.