Ekonomika dan Pengetahuan jilid I (lawang tani )

Kang Didi Sugandi menemukan satu artikel menarik yang menjadi dasar dari pengembangan konsep Lawang tani (lihat di blog ini juga) yaitu berdasarkan tulisan yang dibuat oleh Freidrich Hayek. Tulisan ini adalah terjemahan teks asli Economics and knowledge yang diterjemahkan oleh kang didi.

Ekonomika dan Pengetahuan
oleh Freidrich Hayek

Sambutan kepresidenan disampaikan di hadapan the London Economic Club; 10 November 1936

Teks asli: Economics and Knowledge
Reprinted from Economica IV (new ser., 1937), 33-54.

(emphasizes/highlights dsb. ditambahkan oleh penterjemah/penafsir: Didi Sugandi)

Ambiguitas judul paper ini bukanlah sekedar sebuah kebetulan. Subjek utamanya adalah, tentu saja, peran di mana asumsi-asumsi dan proposisi-proposisi perihal pengetahuan yang dimiliki oleh masing-masing dan setiap anggota masyarakat menentukan dalam analisis-analisis ekonomik. Namun tidak berarti ini tak terhubung dengan pertanyaan lain yang bisa didiskusikan di bawah judul yang sama— yaitu pertanyaan sampai seberapa jauh analisis-analisis formal ekonomik menyampaikan pengetahuan tentang hal-ikhwal apa yang terjadi di dunia nyata. Memang, pendapat utama saya adalah bahwa berbagai tautologi [yaitu proposisi atau statement, yang pada dirinya sendiri secara lojik, benar], di mana pada hakekatnya dikandung oleh analisis-analisis equilibrium formal dalam ekonomika, bisa dirubah menjadi proposisi-proposisi yang memberitahu kita segala sesuatu hal-ikhwal sebab-akibat (causation) di dunia nyata, hanya jika kita mampu mengisi proposisi-proposisi formal itu dengan pernyataan-pernyataan definit tentang bagaimana pengetahuan diperoleh (acquired) dan dikomunikasikan. Ringkasnya, saya akan berpendapat bahwa elemen empirik dalam teori ekonomik—satu-satunya bagian yang berurusan bukan saja dengan implikasi-implikasi namun juga sebab-sebab dan akibat-akibat dan yang karenanya memandu ke arah konklusi-konklusi yang, hakekatnya pada kasus manapun, mampu untuk diverifikasi – terdiri dari proposisi-proposisi tentang pemerolehan pengetahuan[1].

Mungkin saya harus mulai dengan mengingatkan anda kembali tentang fakta menarik bahwa dalam cukup banyak upaya akhir-akhir ini yang dilakukan di berbagai bidang berbeda untuk mendorong investigasi teoretikal melampaui limit-limit analisis equilibrium tradisional, jawabnya segera terbukti berpaling kepada asumsi-asumsi yang kita buat berkenaan dengan sebuah point yang, jika tidak identik dengan yang saya miliki, setidaknya sebagian dari itu, sebut saja, berkenaan dengan foresight [kemampuan melihat ke depan]. Saya pikir bahwa bidang di mana, sebagaimana bisa diduga, diskusi awal tentang asumsi-asumsi perihal foresight yang menarik perhatian luas adalah teori resiko (the theory of risk)[2]. Stimulus yang telah dikaji dalam hubungan ini dalam karya Frank H. Knight mungkin sudah membuktikan adanya sebuah pengaruh kuat jauh melampaui bidang khususnya. Tidak lama kemudian asumsi-asumsi yang dibuat berkenaan dengan foresight terbukti menjadi hal penting fundamental bagi solusi perkara pelik teori kompetisi tak-sempurna (imperfect competition), pertanyaan-pertanyaan tentang duopoly dan oligopoly. Sejak itu, telah menjadi semakin nyata bahwa, dalam perlakuan dari pertanyaan-pertanyaan yang lebih “dinamik” tentang uang dan fluktuasi-fluktuasi industrial, asumsi-asumsi yang akan dibuat tentang foresight dan “antisipasi-antisipasi” sama-sama memainkan suatu peran sentral dan bahwa khususnya konsep-konsep yang diambil-alih kedalam bidang-bidang ini dari analisis-analisis equilibrium murni, seperti halnya suatu equilibrium tingkat suku bunga, bisa didefinisikan dengan tepat hanya dalam terms dari asumsi-asumsi berkenaan dengan foresight. Situasinya disini tampaknya adalah, sebelum kita bisa menjelaskan kenapa orang-orang menganut kesalahan, kita harus pertama-tama menjelaskan kenapa orang-orang seharusnya tetap benar. (before we can explain why people commit mistakes, we must first explain why they should ever be right).

Secara umum, tampaknya kita telah sampai ke sebuah titik di mana kita semua sadari bahwa konsep equilibrium itu sendiri bisa dijadikan definite dan jelas hanya dalam terms asumsi-asumsi mengenai foresight, walaupun kita semua mungkin belum sepakat tentang apa persisnya asumsi-asumsi mendasar ini. Pertanyaan ini akan menghuni pikiran saya lebih lanjut dalam essay ini. Sementara ini, saya concerned untuk memperlihatkan bahwa di percabangan jalan saat ini, apakah kita ingin mendefinisikan batas-batas dari ekonomika statik ataupun apakah kita ingin berjalan melampauinya, kita tidak bisa melepaskan diri dari masalah pelik menganggu mengenai dimana sebenarnya asumsi-asumsi tentang foresight ini terletak persisnya di dalam penalaran kita. Mungkinkah ini hanya sekedar begitu saja terjadi?

Sebagaimana telah saya indikasikan, alasan untuk ini bagi saya tampaknya adalah bahwa kita harus berurusan di sini hanya dengan sebuah aspek spesifik dari suatu pertanyaan yang lebih lebar di mana kita harusnya sudah menyikapinya di tahap yang jauh lebih dini. Pertanyaan-pertanyaan mendasar serupa dengan yang telah disebutkan muncul pada kenyataannya begitu kita mencoba mengaplikasikan sistem tautologi–yakni rangkaian-rangkaian proposisi yang penting kebenarannya karena mereka adalah justru transformasi-transformasi dari asumsi-asumsi dari mana kita mulai dan yang mewujudkan content utama dari analisis equilibrium–terhadap situasi sebuah masyarakat (society) yang terdiri dari banyak orang, orang-orang yang independen. Sejak lama saya merasakan bahwa konsep equilibrium itu sendiri dan metode-metode yang kita gunakan dalam analisis-analisis murni memiliki sebuah makna jelas hanya ketika dalam lingkup analisis-analisis dari tindakan seorang individu (tunggal) dan bahwa kita sebenarnya bergerak ke dalam sebuah ruang berbeda dan diam-diam meng-introduksi-kan sebuah elemen sekaligus karakter baru yang berbeda ketika kita menterapkannya terhadap penjelasan mengenai interaksi-interaksi sejumlah banyak individu berbeda-beda.

Saya merasa pasti ada banyak orang yang menatap dengan tak sabar dan tidak percaya pada tendensi keseluruhan, yang inheren dalam semua analisis equilibrium modern, untuk merubah ekonomika menjadi cabang dari logika murni, sebuah susunan proposisi-proposisi yang membuktikan dirinya sendiri (self-evident), yang seperti matematika atau geometri, tidak menjadi subjek terhadap ujian apapun kecuali kepada konsistensi internalnya sendiri. Tetapi tampaknya, andaikata-pun proses ini dibawa cukup jauh, ia telah membawa jawabannya sendiri bersamanya. Dalam pemurnian penalaran kita tentang fakta-fakta kehidupan ekonomik bagian-bagian itu yang sejatinya a priori [diketahui atau diasumsikan tanpa referensi kepada pengalaman], kita tidak hanya mengisolasi sebuah elemen dari penalaran kita sebagai suatu jenis Pure Logic of Choice di dalam segenap kemurniannya tetapi kita juga mengisolasikan, dan menekankan pentingnya, elemen lain yang telah terlalu banyak diabaikan. Kritik saya perihal tendensi masakini untuk membuat teori ekonomik semakin formal bukan hanya karena mereka telah berjalan terlalu jauh namun justru bahwa mereka belum dibawa cukup jauh untuk mengentaskan ketersendirian dari cabang logika ini dan untuk mengembalikan ke tempat yang seharusnya investigasi dari proses-proses causal, menggunakan teori ekonomik formal sebagai suatu piranti dalam cara yang sama sebagaimana matematika.

Namun sebelum saya bisa membuktikan argumen saya bahwa proposisi-proposisi tautologis analisis equilibrium murni seperti itu tidak sertamerta applicable bagi penjelasan-penjelasan tentang relasi-relasi sosial, pertama saya harus memperlihatkan bahwa konsep tentang equilibrium hanya memiliki suatu makna jika diterapkan pada perkara tindakan-tindakan seorang pribadi tunggal (individu) serta mengenai apa makna ini sesungguhnya. Melawan pendapat saya, bisa saja diargumentasikan bahwa disinilah persisnya konsep equilibrium tidak memiliki signifikansi, karena, jika seseorang ingin menterapkannya, yang bisa dikatakan adalah bahwa orang yang terisolasi selalu berada dalam equilibrium. Tetapi statement terakhir ini, walaupun begitu gamblang, tidak memperlihatkan apa-apa kecuali cara di mana konsep equilibrium biasanya disalahgunakan. Apa yang relevan bukan apakah seseorang itu pada equilibrium atau tidak, namun equilibrium yang mana, atau apakah bahwa tindakan-tindakannya berada pada relasi equilibrium satu sama lain. Semua proposisi analisis equilibrium, semacam proposisi bahwa nilai-nilai relatif (relative values) akan [berpadanan, conform, konsisten, atau in agreement, similar atau equivalent] (correspond) dengan biaya-biaya relatif (relative costs), atau bahwa seseorang akan menyamakan (equalize) marginal returns dari sesuatu faktor di dalam berbagai ragam pemanfaatannya, adalah proposisi mengenai relasi-relasi antar tindakan-tindakan (actions). Tindakan-tindakan seseorang individu bisa dikatakan berada dalam equilibrium sejauh hal-hal itu bisa dimengerti sebagai bagian dari suatu rencana (plan). Hanya jika ini kasusnya, hanya jika semua tindakan-tindakan ini telah diputuskan pada sebuah moment (waktu) dan moment yang sama (at one and the same moment), dan dalam kriteria dari sesusunan situasi dan kondisi yang sama (the same set of circumstances), maka barulah statement-statement kita tentang interkoneksi-interkoneksi hal-hal itu, yang dideduksikan dari asumsi-asumsi kita tentang pengetahuan dan preferensi-preferensi orang tersebut, akan bisa memiliki suatu aplikasi. Adalah penting diingat bahwa yang disebut “data,” dari mana kita berangkat dalam analisis seperti itu, adalah (terlepas dari selera seseorang) semua fakta yang diketahui (given) pada person bersangkutan, hal-hal sebagaimana segala sesuatu diketahui (atau diyakini) oleh orang itu sebagai hal yang eksis, dan bukan, secara lugas-nya, fakta-fakta obyektif. Adalah hanya karena demikian maka proposisi-proposisi yang kita deduksikan perlu valid secara a priori, dan, karenanya maka kita akan bisa memelihara konsistensi dari argumen[3].

Dua konklusi utama muncul dari pertimbangan-pertimbangan ini adalah, pertama, bahwa, karena relasi-relasi equilibrium exist antara tindakan-tindakan berurutan seseorang hanya sejauh hal-hal itu adalah bagian dari eksekusi dari rencana yang sama, tiap perubahan dalam pengetahuan relevan orang itu, yakni, tiap perubahan yang membawa dia merubah rencananya, mengganggu relasi equilibrium antara tindakan-tindakan yang dia lakukan sebelum, dengan tindakan-tindakan yang dilakukannya sesudah terjadi perubahan dalam pengetahuan dia. Dengan kata lain, relasi equilibrium meliputi hanya tindakan-tindakannya selama kurun waktu dimana antisipasi-antisipasinya terbukti kebenarannya. Kedua, bahwa, karena equilibrium adalah sebuah relasi antar tindakan-tindakan, dan karena bahwa tindakan-tindakan seseorang pasti berlangsung dalam urutan waktu, maka nyata bahwa perlaluan waktu (the passage of time) adalah sangat mendasar untuk bisa memberi suatu makna terhadap konsep equilibrium. Ini perlu dinyatakan, karena banyak ekonom tampaknya telah tidak mampu menemukan sebuah tempat bagi waktu dalam analisis-analisis equilibrium dan karenanya telah menyarankan bahwa equilibrium harus dipersepsikan (conceived) sebagai timeless. Bagi saya ini terlihat sebagai sebuah statement yang tak bermakna.

Sekarang, selain dari apa yang telah saya katakan sebelum ini tentang makna meragukan dari analisis equilibrium dalam pengertian ini jika diterapkan pada kondisi-kondisi sebuah masyarakat kompetitif, tentu saja saya tidak ingin menyangkal bahwa konsep itu semula diintroduksikan justru untuk mendeskripsikan gagas tentang suatu keseimbangan antara tindakan-tindakan dari banyak individu berlainan. Semua yang telah saya argumentasikan sejauh ini adalah bahwa pembacaan di mana kita menggunakan konsep equilibrium untuk mendeskripsikan (describe) interdependensi berbagai tindakan berbeda dari seseorang tidaklah sertamerta memungkinkan aplikasinya kepada relasi-relasi antar tindakan-tindakan dari sejumlah orang yang berbeda-beda. Pertanyaan sesungguhnya adalah guna apa yang kita buat dari hal itu (what use we make of it) ketika kita bicara tentang equilibrium dengan rujukan kepada sebuah sistem kompetitif.

Jawaban pertama yang akan tampak sebagai jabaran dari penghampiran kita adalah bahwa equilibrium di dalam hubungan ini eksis jika tindakan-tindakan dari segenap anggota masyarakat dalam suatu kurun waktu (period) adalah segenap langkah (execution) dari rencana-rencana individual mereka masing-masing atas apa yang mereka masing-masing telah tetapkan di awal kurun waktu. Namun, ketika kita bertanya lebih lanjut, persisnya ini mengimplikasikan apa, terlihat bahwa jawaban ini memunculkan lebih banyak kesulitan alih-alih ia memecahkan persoalan. Tidak ada suatu kesulitan khusus mengenai konsep tentang seorang yang terisolasi (atau sebuah kelompok orang diatur diarahkan oleh salahsatu dari mereka) bertindak dalam sebuah kurun waktu menuruti suatu rencana yang telah dibentuk dalam pikiran (preconceived plan). Dalam kasus begitu, rencana tidak perlu memenuhi kriteria khusus apapun agar bahwa eksekusinya bisa dimengerti, dibayangkan atau diyakini (be conceivable). Mungkin saja, bisa, didasarkan pada asumsi-asumsi yang salah mengenai fakta-fakta eksternal, dan dalam hal ini mungkin harus dirubah. Akan tetapi akan selalu harus ada serangkaian kejadian (event) eksternal yang memungkinkan pemahaman (conceivable) yang akan membuatnya bisa untuk meng-eksekusi rencana sebagaimana asalnya dibayangkan (conceived).