Categories:

Bung Karno soal pangan di IPB 1952

Pada beberapa hal seringkali terbersit dalam pikiran , “Apakah Founding Fathers kita , tidak memikirkan pasokan bahan-bahan pangan  untuk mencukupi kebutuhan bangsanya secara layak ?” . Pertanyaan ini muncul karena lebih dari 70 tahun Indonesia Merdeka tidak terlihat tanda-tanda Indonesia dapat memenuhi kebutuhan pangannya sendiri. Selalu harus import dari negara lain. Bukan berarti tidak boleh Import akan tetapi apa yang dapat kita upayakan sendiri seharusnya kita bisa lakukan sendiri dengan daya dan upaya kita. Ada hal yang kita tidak bisa dan kita (Indonesia) membutuhkan , sudah selayaknya kita import.

Walau pikiran tersebut tidak selalu tepat karena Bung Karno sendiri pernah mengangkat masalah kemiskinan dengan kisah yang terkenal yaitu “Marhaen” , sebuah cerita yang berkisah seorang petani di Kab Bandung yang mempunyai semua peralatan untuk bekerja akan tetapi tetap miskin sehingga diberi attribute “Marhaen” ( karena kalau di Barat , kelas proletar adalah golongan yang tidak memiliki alat-alat kerja). Bung Karno pasti juga memikirkan Hal itu.

Baru saja dalam sebuah diskusi di Whatsup group muncul ilustrasi Bung Karno sedang berbicara soal apa yang kita sebut saat ini sebagai kemandirian pangan atau setidak tidaknya ketahanan pangan. Melihat gambar ini , agak mengejutkan sehingga akhirnya kucari apa saja yang dibicarakan , kapan pembicaraan tersebut , dimana disebutkan  , pada peristiwa apa dan pesan apa yang akan disampaikan Bung Karno pada seluruh masyarakat Indonesia.

Akhirnya ketemu lah tautan yang berkaitan dengan gambar tersebut, yaitu peristiwa tersebut terjadi pada saat peletekan batu pertama Institut Pertanian Bogor pada tahun 1952. Beberapa sari pemikiran nya ada pada bawah ini :

https://megapolitan.antaranews.com/berita/1425/pangan-rakyat-soal-hidup-atau-mati-petikan-pidato-bung-karno-tahun-1952

P e r t a m a : Kita harus melakukan pemupukan, tanah-tanah-ladang kita harus dipupuk, baik dengan pupuk kandang, maupun dengan pupuk tiruan. Pupuk kandang dibutuhkan, bukan saja oleh karena pupuk inilah yang termudah bagi petani, tetapi juga oleh karena pupuk kandang dapat memperbaiki struktur tubuh tanah. Kalau pupuk ini masih kurang, tambahlah dengan pupuk hijau. Dan kalau inipun kurang, pakailah pupuk tiruan. Jangan berkata bahwa pupuk tiruan mahal. Satu-satunya ”way-out” inikan harus kita tempuh, kalau kita sebagai bangsa tidak mau mati, Lagi pula – semua pupuk-pupuk –tiruan yang diperlukan untuk tanah-tanah kering kita itu, yaitu pada umumnya; zwavelzure amonia, kaliumsulfat, dan doubbel-superfosfat, dapat dibikin di negeri kita sendiri dari bahan-bahan yang ada di negeri kita sendiri. Ini sudah kita selidik. Maka kalau kita membikin pupuk-pupuk itu dinegeri kita sendiri tak perlulah kita membelinya di luar negeri. Tak perlulah kita tergantung dari keadaan deviezen lagi. Tak perlulah kita tergantung dari keadaan politik di negara orang.
Dan kita lantas dapat menjalankan pemupukan tanah-tanah-kering kita secara besar-besaran. Ratusan ribu ha, jutaan hektar tanah kering menjadi tanah yang menghasilkan produksi. Hancur-leburlah hantu kemiskinan-zat dalam tanah-tanah kering kita itu.

comment –> ini sudah dilakukan BK dengan membuat pabrik pupuk , Pusri dan dilanjutkan beberapa proyek pada saat Orba . Akan tetapi tetap tidak mencukupi karena tidak dibangun pengetahuan petani untuk membuat pupuk sendiri dari bahan-bahan yang ada disekitarnya . Seluruh bahan alam di Nusantara dapat dijadikan pupuk yang tepat, akan tetapi ini tidak disadari oleh pelaksana

K e d u a : kita harus menjalankan seleksi bagi tanah kering. Alangkah masih kosongnya usaha seleksi bagi tanah-kering itu? Tentang seleksi padi-gogo dapat dikemukakan, bahwa hal itu hingga kini selalu diabaikan, selalu dianak-tirikan. Semua tenaga sampai kini dicurahkan kepada seleksi padi sawah, padi basah. Walaupun barangkali memang tidak mungkin menciptakan satu jenis gogo baru yang sama sekali tahan kemarau, yaitu yang sama sekali ”droogterestent” namun toh kemungkinan untuk mendapatkan satu jenis-baru yang mendekati kebutuhan ini, tidak masuk dalam lapangan kemustahilan. Dan selain dari pada padi? Jenis kacang tanah, jenis jagung, jenis cantel dan lain-lain tanaman yang bermanfaat bagi kehidupan rakyat, pun masih mengandung kemungkinan untuk diperbaiki lagi dengan jalan seleksi.

—> ini bisa dengan sumber sumber air dalam , sumber2 air hujan , dengan injeksi sumur resapan , dan irigasi tertutup ,

K e t i g a : kita harus memperlipat gandakan perhewanan ternak. Peternakan adalah satu syarat mutlak untuk pertanian ditanah kering. Dari mana datangnya pupuk kandang, kalau tidak dari ternak? Dari mana tenaga-tenaga penarik- trekkrachten – untuk perusahaan pertanian itu, kalau tidak dari sapi atau kuda. Kecuali itu, adanya ternak memecahkan soal lalu-lintas, sehingga soal pengakutanpun ikut terkupas oleh karenanya pula. Terutama kuda mendinamiskan manusia. Belum kita sebut disini manfaat besar yang datang dari peternakan berkenaan dengan kebutuhan zat putih-telur (eiwit) dalam makanan rakyat ! Telur ayam, telur itik, daging ayam, daging itik, daging kambing, daging sapi, dan lain-lain sebagainya, membuat tubuh manusia menjadi sehat dan kuat. Di dalam hal pemakaian zat putih-telur yang berasal dari hewan, Indonesia menduduki satu tempat yang teramat rendah. Hanya rata-rata 4 gram kita makan seorang sehari.

—> tanam rumput pakchong , rumput gajah di lokasi dengan peternakan , tentu saja ketersediaan air menjadi Utama dan harus di upayakan.

K e e m p a t : mekanisasi. Ini satu hal yang telah lama kucita-citakan dan idam-idamkan. Pada umumnya luasnya pertanian di Jawa tidak melebihi 1 ha buat tiap-tiap petani dan 1 ha ini adalah terlalu seikit untuk hidup, terlalu banyak untuk mati. Teweinig om van televen, te veel om van te sterven.

Didaerah kolonisasi diluar Jawapun petani rata-rata hanya mempunyai sawah tidak lebih dari 1 1/2 atau 2 ha. Berapa sebenarnya harusnya milik tanah, untuk hidup cukup, hidup sentosa ? kalau tanah itu tidak cukup subur seperti halnya dengan tanah-tanah yang sekarang didapatkan di luar Jawa, maka milik itu sebenarnya harus sedikitnya 10 ha buat tiap-tiap petani. Tetapi sebaliknya, kali ia diberi 10 ha, maka ia tak mempunyai cukup tenaga untuk mengolah tanahnya itu. Dengan sepasang sapi dan dengan bantuan anak istrinya serta seorang bujang, ia paling banyak dapat menggarap 5 ha tanah. Di limburg (Negeri Belanda) petani rata-rata mempunyai 20 ha, yang ia kerjakan dengan keluarganya serta seekor kuda besar dan disamping itu masih mempunyai 2-3 ekor sapi, 3-4 ekor babi, 100 ekor ayam. Bagaimanakah kita memecahkan soal kita ini, kalau kita mengerti bahwa kita kekurangan sapi,kekurangan kerbau, kekurangan kuda ?
Tidakkah mungkin mekanisasi kalau mungkin secara kolektif membawa pemecahan dalam soal ini ?

—> ini belum tercapai sampai saat ini , itu sebab salah satu yg kulakukan adalah bikin traktor2 kecil dan peralatan lain nya untuk tunjang mekanisasi.