Ini adalah tulisan di Kompas tahun 2004 berkaitan dengan penggunaan IT untuk keperluan Pemilu 2004. Tulisan ini ditulis sebagai bagian dari sosialisasi program IT KPU. Pada lain kesempatan , saya akan coba bahas banyak aspek pada proses perancangan , implementasi dan hasil dari IT KPU yang membuat proses spektakuler di tahun 2004. Inilah sebenarnya peran teknologi , yaitu menampilkan proses demokrasi yang tranparan dengan menampilkan data per tps yang hingga saat ini di dunia hanya Indonesia yang melakukan hal tersebut. Bahkan Amerika sekalipun tidak berani menampilkan data hasil pemilihan per tps 🙂
———————————–
Pemilu dan Teknologi
Pemilu tahun 2004 telah diambang pintu
Pada Pemilu tahun 2004 direncanakan ada sekitar 500.000 tempat pemilihan suara (TPS) di seluruh Indonesia yang meliputi 32 Propinsi , 416 kota/kabupaten , dan 4983 kecamatan. Dengan jumlah pemilih sekitar 135 juta pemilih. Pemilu 2004 akan menjadi tonggak sejarah bangsa dan Republik Indonesia karena pada pemilu kali ini akan dipilih presiden secara langsung oleh rakyat selain pemilihan anggota DPR/DPRD/DPD.
Pemilu tahun 2004 juga harus menjadikan pemilu yang bersih, jujur dan adil.
Salah satu hal yang akan menjadi tonggak sejarah Pemilu 2004 adalah penggunaan teknologi Informasi untuk persiapan pemilu, proses pemilu seperti pemilihan anggota DPR/DPD/DPR , dan pemilihan presiden secara langsung.
Teknologi Informasi dapat digunakan dan seharusnya digunakan untuk mempermudah kerja KPU (Komisi Pemilihan Umum). Salah satu organisasi antar pemerintah yang bergerak dalam bidang sistem Pemilu yaitu IDEA (International Institute for Democracy and Electoral Assistance/ http://www.idea.int/) membuat pedoman untuk penggunaan teknologi Informasi bagi keperluan pemilu (http://www.aceproject.org/main/english/et/et.htm ) dimana prinsip prinsip yang dijunjung adalah transparant (transparan) , trust(percaya), sustanaibility (keberlanjutan) , accuracy (akurat/tepat) , security (aman), efficient (effisien) dan cost effectiveness. Selain itu , Pemerintah Inggris juga membuat suatu terobosan untuk sistem pemilu online dan dapa dilihat pada http://www.edemocracy.gov.uk , dimana prinsip prinsip yang digunakan juga tidak berbeda jauh dengan prinsip dari IDEA.
KPU sendiri telah menetapkan untuk menggunakan teknologi informasi dalam pelaksanaan Pemilu 2004 dan sekurang kuranya ada 3 (tiga) aplikasi dasar yang akan digunakan oleh KPU dalam penggunaan IT untuk Pemilu 2004 , yaitu Sitarlih (Sistem Pendaftaran Pemilih), SITUNG (Sistem Penghitungan Suara) dan SIPERLU (Sistem Keperluan Pemilu).
KPU telah membuat grand design setahun yang lalu dimana grand design ini adalah kondisi ideal yang pada saat ini sulit dicapai karena banyak faktor salah satunya adalah faktor biaya , infrastruktur , SDM dan waktu. Dengan mempertimbangkan hambatan hambatan (constraints) waktu yang tinggi (tinggal 6 bulan sebelum pelaksanaan pemilu), maka ketua KPU menetapkan hanya 3 (tiga) aplikasi tersebut yang akan dijalankan oleh KPU dalam menunjang proses Pemilu 2004.
Untuk menunjang prinsip jujur, adil serta prinsip prinsip yang di tetapkan oleh IDEA ,idealnya seluruh proses pemilu harus dapat di verifikasi mulai dari proses pendaftaran hingga proses penghitungan suara hingga ke level TPS. Akan tetapi dengan segala keterbatasan yang dimiliki oleh Republik ini ,maka harus dibuat rencana yang realistis sesuai dengan kondisi saat ini.Dengan jumlah TPS akan mencapai 500.000 TPS di seluruh Indonesia, maka harus dibuat suatu strategi untuk dapat melaksanakan dan melaporkan hasil hasil pemilu hingga TPS.
Untuk melaporkan hasil pemilu yang dilakukan di TPS , idealnya dapat dilakukan di TPS secara lagsung dengan menggunakan berbagai fasilitas telekomunikasi yang ada. Apabila dilihat dari sebaran TPS dan kondisi geografis Indonesia yang kepulauan serta ketersediaan infrastruktur telekomunikasi di Indonesia maka akan sangat sulit melaksanakan polaporan hasil pemilu secara langsung pada tingkat tps.
Penyebaran infrastruktur telekomunikasi yang ada di Indonesia dengan jumlah saluran telpon saat ini berjumlah sekitar 7 juta sst (satuan sambungan telepon) dan hampir 2,5 juta sst berada di jabotabek , maka akan sangat sulit untuk menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Selain itu , belum semua tempat di Indonesia terjangkau listrik, bahkan di pulau Jawa yang terbaik sarananya pun masih ada wilayah wilayah yang belum teraliri listrik seperti di daerah propinsi Banten. PT Telkom dan PT PLN sebagai penyedia infrastruktur juga mengakui bahwa belum semua daerah di Indonesia dapat mendapatkan layanan telpon dan listrik. PT Telkom sendiri menjamin bahwa di setiap kota di Indonesia telah terdapat saluran telpon (416 kota) dan tidak semua kecamatan dapat dilayani telpon.
Dengan pertimbangan diatas maka tidak semua lokasi dapat digunakan untuk memasukkan data data (entry data) hasil pemilu di tingkat TPS (kelurahan). Data data tersebut dapat dimasukkan pada tingkat kecamatan atau kota. Pada proses pelaporan data data hasil pemilu akan terdapat dua proses yaitu proses manual dan proses elektronik. Proses manual adalah proses mulai dari perhitungan suara di tingkat tps , rekap di tingkat kelurahan/kecamatan dan proses elektronik adalah proses memasukkan data data per tps dan hasilnya dikirim ke KPU Pusat. Titik kritis untuk proses memasukkan waktu memasukkan data dari TPS di kecamatan atau Kota.
PT Telkom sendiri sebagai tulang punggung infrastruktur telekomunikasi terutama jaringan data, telah sanggup untuk menyediakan infrastruktur bagi pengiriman ‘data’ di 2547 kecamatan di seluruh Indonesia. Sehingga dapat dikatakan pengiriman data hasi pemilu dapat dilakukan di 2547 kecamatan di seluruh Indonesia. Sedangkan kecamatan yang belum dapat dilayani oleh PT Telkom akan dilayani oleh operator lain. Prioritas pemasukan data pada tingkat kecamatan adalah 2547 kecamatan yang telah disiapkan secara khusus oleh PT Telkom (http://www.kpu.go.id/berita/lihat-dalam.php?ID=287&cat=Berita) dan telah disepakati oleh KPU.
Secara umum proses pengiriman data dari TPS di mulai dengan memasukkan data pada tingkat kecamatan (dimana infrastruktur PT Telkom telah siap), tentu saja data hasil pemilu yang berupa lembaran kertas akan dibawa ke kecamatan terlebih dahulu dengan cara manual. Setelah data diterima di kecamatan dan di rekap oleh petugas PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan) , maka data tersebut di masukkan (entry) ke dalam komputer. Proses memasukkan data ini akan dilakukan terus menerus selama 24 jam (kontinu). Dari data KPU, dalam satu kota terdapat maksimum 30 kecamatan. Dalam satu kecamatan jumlah pemilih bervariasi antara 20.000 penduduk hingga 100.000 penduduk, kecuali di DKI Jakarta dimana per kecamatan dapat mencapai angka 200.000 pemilih. Sebagai contoh, diambil kota Bandung yang memiliki 25 kecamatan dan sekitar 1,6 juta pemilih terdaftar untuk pemilu 2004. KPU juga menetapkan maksimum satu tps terdiri dari 300 pemilih. Apabila per tps ditetapkan maksimum 300 orang , maka di bandung akan terdapat sekitar 5334 tps (1,6 juta : 300 )yang tersebar di 25 kecamatan. Secara umum rata rata jumlah tps per kecamatan adalah 5334: 25 = 213 tps per kecamatan. Di asumsikan bahwa data yang akan di masukkan ke dalam komputer per tps tidak melebihi 5 Kbytes (yang meliputi partai peserta pemilu , data rekapitulasi per tps, nama dari DPD dll). Sehingga data total per kecamatan adalah 213 x 5 Kbytes = 1065 Kbytes atau sekitar 1,1 Mbytes.
Dengan jumlah data per kecamatan yang bervariasi antara maksimum 1,5 Mbytes per kecamatan , maka apabila dilakukan pengiriman data dengan menggunakan teknologi Dial Up (seperti cara terhubung ke Internet) dengan kecepatan transfer 28,8 kbps , secara teoritis membutuhkan waktu kurang dari 10 menit. Sedangkan untuk memasukkan data per tps ke dalam komputer , setidak tidaknya dibutuhkan waktu 5 sampai dengan 7 menit. Apabila dilakukan pemasukan data selama 24 jam dengan menggunakan satu buah PC akan didapatkan hasil sekitar 288 tps (206) per hari untuk setiap kecamatan. Jika dilakukan secara pararel (misal Bandung) , maka secara teoritis akan data seluruh kecamatan di bandung akan lengkap dalam waktu kurang dari 3 hari (dengan segala kesalahan yang mungkin terjadi).
Data data yang dikirim dari kecamatan akan langsung dikirim ke Data Center (DC) yang terletak di KPU dan Data Recovery Center (DRC) di tempat yang di rahasiakan. Data data tersebut dikirimkan ke Data Center (DC) dan di olah disana. Setiap kali data yang masuk di DC akan diolah oleh Database server yang terletak yg DC dan segera di replikasikan ke Data Recovery Center (DRC). Sehingga apabila terjadi masalah dengan DC , data data hasil pemilu masih dapat dilihat dan diolah di DRC. Pada DC dan DRC selain digunakan untuk pelaporan hasil hasil pemilu, juga akan digunakan data data informasi pemilih yang terdaftar dalam P4B (dari BPS) yang datanya diperkirankan mencapai 4 Terra Bytes (4000 Gybtes).
Skema pengiriman data dari kecamatan hingg ke pusat melalui teknologi VPN Dial yang disediakan oleh PT Telkom Seperti pada gambar diatas. Selain menggunakan PT Telkom , KPU diperkirakan juga akan menggunakan provider lain selain PT Telkom untuk melayani kecamatan kecamatan yang tidak dapat dilayani oleh PT Telkom (2483 kecamatan). Ada Pemikiran bahwa fasilitas yang disediakan oleh KPU , setelah berakhirnya pemilu akan digunakan untuk menunjang konsep “E-Government” Pemerintah RI. Sehingga seluruh investasi yang telah dikeluarkan Pemerintah untuk Pemilu 2004 tidak akan sia sia seperti pemilu pemilu di masa lalu.
Yang menarik, hasil hasil Pemilu 2004 baik itu pemilihan anggota DPRD, DPR dan DPD serta pemilihan Presiden tahap Pertama dan Kedua akan dapat diketahui hingga ke tingkat TPS atau masing masing daerah pemilihan. Sehingga apabila terjadi kesalahan dalam proses pemilu akan dapat dikoreksi dengan cepat. Selain itu , hasil hasil pemilu hingga per tps akan dapat dilihat oleh publik melalui website http://www.kpu.go.id/. Dalam menyampaikan hasil ke publik,selain menggunakan Internet sebagai sarana untuk mempublikasikan hasil hasil pemilu 2004 , masyarakat Indonesia juga dapat menggunakan berbagai fasilitas lainnya seperti SMS dan media lainnya seperti televisi/radio.
Fasilitas tersebut tersedia karena ada suatu aplikasi yang dinamakan OLAP (On Line Analytical Process)
Ini semua karena ada teknologi informasi yang dapat mempercepat suatu
proses dan juga dapat menunjang prinsip prinsip yang diajukan IDEA seperti transparant (transparan) , trust(percaya), sustanaibility (keberlanjutan) , accuracy (akurat/tepat) , security (aman), efficient (effisien) dan cost effectiveness.