Categories:

[itb75-res] Mandego koen! Lugurno pistolmu!

Dari salah satu mail di milis itb75 , ada berita yang menurut saya baik , dan berita ini adalah terobosan yang innovatif dari JTV, bahwa mereka menggunakan dubbing dengan bahasa Surabaya. Menarik sekali idenya , karena pasti akan lebih mengena di masyarakat terutama masyarakat Jawa Timur.

Ide seperti ini juga sebenarnya dapat dilakukan oleh daerah daerah lain , selain akan lebih mengena pada masyarakat setempat (lokal), juga akan dapat menumbuhkan content lokal yang banyak.

from : [email protected]
to : [email protected]

=============

Buat yang ngaku “Arek”

masarcon 13th April 2005, 19:13

*Ketika Film-Film Asing Di-dubbing Pakai Bahasa Suroboyoan
*Yang Ngisi Suara Pun Tak Bisa Menahan Tawa

Mulai Mei nanti, JTV punya program baru. Namanya Film-Film Asing Boso
Suroboyoan. Sesuai namanya, program ini menayangkan film-film luar
negeri. Hanya saja, film-film itu disulih suarakan (dubbing) dengan
bahasa Soroboyoan.
———————–

Bayangkan, suatu saat nanti Anda menonton Tomorrow Never Dies-nya James
Bond. Bayangkan pula agen rahasia itu bekejar-kejaran seru dengan para
penjahat dengan memakai BMW silver metalik. Dalam kejar-kejaran itu,
Bond minta musuhnya untuk menyerah. “Mandego koen! Lugurno pistolmu!
(Berhenti! Jatuhkan senjata! , Red),” kata agen ganteng itu memakai
bahasa Suroboyoan yang medok. Sepintas mungkin terdengar lucu.
Ada orang bule asli kok ngoceh memakai bahasa Jawa.

Tetapi, konsep itulah yang ditawarkan JTV lewat program Film-Film Asing
Boso Suroboyoan-nya. Program ini akan mulai tayang pada Mei nanti. Saat
ini, sudah ada dua serial dan sepuluh film lepas yang siap tayang. Dua
serial itu adalah Love Talks dan Swordman. Love Talks adalah film drama
dengan setting kisah cinta profesional muda di Shanghai. Sedangkan
Swordman berkisah tentang jagoan pedang di Tiongkok. Lalu ada film lepas
Tunnel Vision, film action tentang seorang polisi Amerika.

Tentu saja ada kesan sangat kocak yang muncul saat film itu disulihsuara
dengan bahasa Suroboyo. Pada Love Talks, misalnya. Dalam satu adegan,
sang pemeran utama wanita tampak tidur dengan pulas. Sementara, sahabat
prianya dengan gemas mencoba membangunkan wanita itu. “Hoi, tangio koen.
Wis telat iki. Cepetan, iki jange ono acara iki (Hai, bangun. Ini sudah
terlambat. Cepat, ini mau ada acara, Red),” kata pria berambut merah itu.

Karena bangun dengan tergesa-gesa, handphone si wanita itu ketinggalan.
Di t engah jalan, dia pinjam HP milik seorang jejaka keren. “Nyilih
handphone-mu disik,” katanya. Si pria yang terbengong hanya bisa bilang,
“Hei, balekno handphone-ku,” teriaknya. Insiden inilah yang akhirnya
menimbulkan kisah cinta di antara dua orang itu.

Dialog-dialog khas Suroboyoan itu tampaknya memang menjadi ciri khas
kuat film-film itu. Buktinya, sejak proses dubbing, film-film tersebut
sudah menyedot perhatian. Ini diungkapkan oleh Presiden Direktur JTV
Imawan Mashuri. “Itu adalah sesuatu yang baru, lucu dan menyenangkan,”
katanya.

Dalam istilah Imawan, film boso Suroboyoan itu mampu membangkitkan
kembali kegairahan dalam bekerja. Ini dirasakan terutama oleh para
dubber yang mengisi suara mulai Februar! i lalu. “Saat menyelesaikan
satu sequence (adegan, Red) akeh sing gak iso ngempet ngguyu (banyak
yang tidak bisa menahan ketawa),” ujar Imawan.

Memang, adegan-a degan film itu banyak sekali dipenuhi celetukan dan
umpatan khas Suroboyoan. Tentu saja, kata-kata khas itu menjadi
terdengar lucu. Karena, meluncur dari bibir bintang-bintang film
Mandarin dan Barat. “Tetapi, menjadi ciri karakter kuat film tadi,”
ujar Imawan.

Bahasa Suroboyo, disebut Imawan memang memiliki karakteristik kuat.
Tak heran saat proses dubbing banyak sekali dubber film lain yang
menonton.
“Satu studio besar sampai menonton semua,” katanya. Walaupun banyak
yang tak mengerti boso Suroboyoan, banyak yang suka dengan nuansa baru
yang muncul dari film itu.

Proses sulih suara itu memang tak digelar di Surabaya. Melainkan di
studio Incofo Swara, Jakarta. Hanya saja, menurut Imawan, para pengisi
suaranya adalah orang-orang Surabaya yang tinggal di ibu! kota. Tak
heran, bahasa Surabaya yang disuguhkan pun terdengar asli Suroboyo.
Meskipun, di sana sini kadan g masih ada bahasa Indonesia yang menyelip.

Hal itu memang sengaja dilakukan. “Kami ingin memakai dialog Surabaya
sehari-hari,” tutur Imawan. Sehari-hari, orang Surabaya memang masih
memakai bahasa Indonesia. Misalnya, jika di kantor. “Kan tidak sopan
memakai bahasa ngoko,” tambahnya.

Mengapa harus ada program itu? Sekadar mencari sensasi? Imawan
menerangkan bahwa JTV adalah sebuah TV lokal. Oleh karena itu, pihaknya
mencoba konsisten mengakomodasikan bahasa-bahasa lokal. “Kita kan punya
tiga bahasa utama,” kata Imawan. Selain bahasa Suroboyoan, ada juga
bahasa Madura dan bahasa Jawa Mataraman.

Saat ini, tiga bahasa itu memang sudah diakomodasikan dalam acara
berita di JTV. Khusus untuk film berbahasa Suroboyo, Imawan mengatakan
bahwa salah satu tujuannya adalah melestarikan dan menanamkan kebanggaan
berbaha! sa Suroboyo. “Ini juga untuk membangun jati diri budaya lokal,”
ujar Imawan. Jadi, mes kipun program hiburan, Imawan mengatakan bahwa
film-film itu juga punya nilai plus.

Meski demikian, Imawan mengatakan bahwa tak semua film bisa di-dubbing
dalam bahasa Suroboyoan. “Kita pilih film yang cocok dengan
karakteristik Surabaya,” katanya. Oleh sebab itu, tak mungkin film roman
klasik atau film horor yang terlalu mencekam dijadikan bahasa Surabaya.

Mungkinkah suatu saat nanti JTV menayangkan film berbahasa Madura?
“Mungkin sekali,” tegas Imawan. Seandainya ini terlaksana, film itu
tetap akan ditayangkan dengan teks bahasa Indonesia.(doan widhiandono)

[SUMBER: http://www.ikastara.org/forums/archive/index.php/t-46.html]